Kerangka Pemikiran
Atas dasar kepastian hukum
bagi perusahaan pembiayaan (leasing) dan
konsumen sehubungan dengan pelaksanaan transaksi fidusia maka pada tanggal 7
Agustus 2012 yang lalu terbit Peraturan Menteri Keuangan No. 130/PMK.010/2012 Tentang
Pendaftaran Jaminan Fidusia Bagi Perusahaan Pembiayaan Yang Melakukan
Pembiayaan Konsumen
Untuk Kendaraan Bermotor dengan Pembebanan Jaminan Fidusia.
Kewajiban perusahaan pembiayaan (leasing) menurut Pasal 1 Peraturan
Menteri Keuangan No.130/PMK.010/2012, Perusahaan Pembiayaan yang melakukan pembiayaan konsumen untuk
kendaraan bermotor dengan pembebanan jaminan fidusia wajib mendaftarkan jaminan fidusia dimaksud pada Kantor Pendaftaran
Fidusia, sesuai undang-undang yang mengatur mengenai jaminan
fidusia.
Kewajiban pendaftaran
jaminan fidusia tersebut berlaku pula bagi perusahaan pembiayaan (leasing) yang melakukan:
- pembiayaan konsumen kendaraan bermotor berdasarkan prinsip syariah;
- dan/atau pembiayaan konsumen kendaraan bermotor yang pembiayaannya berasal dari pembiayaan penerusan (channeling) atau pembiayaan bersama (joint financing).
Dengan keluarnya peraturan
ini, maka seluruh perusahaan pembiayaan (leasing)
harus mendaftarkan fidusia untuk setiap transaksi pembiayaannya.
Oleh sebab itu pasal 2 PMK No. 130/PMK.010/2012, menyebutkan bahwa perusahaan
pembiayaan (leasing) wajib
mendaftarkan jaminan fidusia pada Kantor Pendaftaran Fidusia paling lama 30 (tiga puluh) hari kalender terhitung sejak tanggal perjanjian
pembiayaan konsumen. Pendaftaran jaminan fidusia adalah
diberikan waktu selama 30 hari untuk melakukan pendaftaran ke kantor Fidusia
sejak tanggal Perjanjian pembiayaan. Pendaftaran jaminan fidusia tersebut
diserahkan perusahaan pembiayaan (leasing)
kepada notaris dengan Surat Kuasa.
Maksudnya demikian: misalnya
perjanjian pembiayaan ditanda-tangani pada tanggal 1 Juni 2014, maka pihak
perusahaan pembiayaan (leasing) harus mulai meng-order kepada notaris
selambat-lambatnya 10 hari kemudian (misalnya tanggal 10 Juni 2014). Sehingga
notaris masih mempunyai kesempatan untuk mempersiapkan aktanya dan
menanda-tangani akta jaminan fidusia tersebut, menerbitkan salinan dan
mendaftarkan selambat-lambatnya pada tanggal 30 Juni 2014.
Jika perusahaan pembiayaan (leasing) belum memiliki sertifikat
fidusia online (sebagai hasil dari
pendaftaran jaminan fidusia tersebut), maka menurut Pasal 3 PMK No.
130/PMK.010/2012, Perusahaan Pembiayaan tersebut dilarang melakukan penarikan benda jaminan fidusia berupa
kendaraan bermotor tersebut. Muncul pertanyaan, berapa lama sertifikat fidusia bisa didapat oleh
perusahaan pembiayaan (leasing) setelah pendaftaran jaminan fidusia? Karena hal ini tentunya
menyangkut kepada proses penarikan kendaraan (benda jaminan fidusia).
Menurut aturan yang lama
(fidusia manual), dimana secara aturan di Kantor Fidusia, sertifikat jaminan
fidusia harus sudah terbit 14 hari kerja sejak tanggal pendaftaran. Fakta dalam
praktiknya, oleh karena sekarang seluruh perusahaan pembiayaan (leasing) wajib mendaftarkan jaminan
fidusianya, maka di dalam praktik terjadi “crash” atau
tumpukan berkas. Sehingga Sertifikat Jaminan Fidusia tersebut baru akan terbit
setelah 1,5 bulan sejak tanggal pendaftaran. Hal ini tentunya menyulitkan bagi
perusahaan pembiayaan (leasing) untuk
melakukan penarikan kendaraan bermotor dari nasabahnya yang sudah mulai macet
dan tidak dapat membayar cicilan. Karena berarti perusahaan pembiayaan (leasing) tersebut harus menunggu waktu
yang cukup lama untuk bisa melakukan penarikan.[1]
Kemungkinan terburuk jika
debitur curang dengan sengaja menjual kendaraan bermotornya atau mengatakan
hilang kendaraan bermotornya. Untuk mencegah kemungkinan terburuk tersebut,
kendaraan bermotor yang dibiayai oleh perusahaan pembiayaan (leasing) langsung dibebani dengan
jaminan fidusia, maka akan sangat aneh jika dalam waktu 2 bulan sudah macet.
Berarti dalam hal ini, harus dipertanyakan lagi mengenai proses analisa
pembiayaannya. Karena jika dikembalikan lagi kepada filosofi kredit, seseorang
akan diberikan kredit jika memenuhi criteria dasar yang menggunakan Prinsipnya
“5 C” (Character, Capital, Collateral,
Capacity dan Condition of Economic).
Kekuatiran akan masalah
kelambatan dan ini sekarang tidak lagi perlu dicemaskan dan masalah kecurangan
bisa diminimalisasi, karena telah ditutup dengan pendaftaran sertipikat fidusia
online. Dasar hukumnya adalah
Peraturan Menteri Hukum dan HAM Nomor 9
Tahun 2013 tentang Pemberlakuan Pendaftaran Jaminan Fidusia secara elektronik (online), Peraturan Menteri Hukum dan HAM Nomor 10 Tahun 2013
tentang Tata Cara Pendaftaran Jaminan Fidusia secara elektronik (online), Surat Edaran Direktur jenderal
Administrasi hukum Umum Nomor AHU-01.OT.03.01 Tahun 2013 tentang Proses
Permohonan Jaminan Fidusia pada Kantor Wilayah Kementrian Hukum dan HAM dan
Surat Edaran Direktur jenderal Administrasi hukum Umum Nomor AHU-06.OT.03.01
Tahun 2013 tentang Pemberlakuan Sistem Administrasi Pendaftaran Jaminan Fidusia
secara elektronik (online).
Kekuatan Pembuktian menjadi
kuat karena sistim yang didesain bertindak cepat, tepat dan aman, sehingga
sertipikat fidusia dapat segera keluar ketika notaris sudah membayar PNBP di
Bank persepsi (BNI). Tidak perlu menunggu sampai 1,5 bulan lagi baru sertipikat
fidusia keluar melainkan sertipikat dapat langsung diprint sendiri oleh notaris
setelah dilakukannya pembayaran PNBP. Tidak ada kesulitan lagi bagi perusahaan
pembiayaan (leasing) untuk melakukan
penarikan kendaraan bermotor dari nasabahnya yang sudah mulai macet dan tidak
dapat membayar cicilan, karena sertipikat fidusia sudah dipegang menjadi
kepastian hukum dalam melakukan penarikan.
Bagaimana dengan perjanjian
pembiayaan yang belum memiliki sertipikat fidusia ? Di dalam Pasal 6 PMK No.
130/PMK.010/2012 menyebutkan bahwa, perusahaan pembiayaan (leasing) yang telah melakukan perjanjian pembiayaan konsumen untuk
kendaraan bermotor dengan pembebanan jaminan fidusia sebelum berlakunya
peraturan menteri ini dapat melakukan pendaftaran jaminan fidusia sesuai
kesepakatan dalam perjanjian pembiayaan konsumen antara perusahaan pembiayaan (leasing) dengan konsumen.
Lalu, apabila pada kontrak/perjanjian tersebut tidak dilakukan
pembebanan apakah perusahaan pembiayaan tetap wajib melakukan pendaftaran
jaminan fidusia? Maksud di
pernyataan di dalam pasal 6 tersebut adalah akta fidusia yang lama, masih tetap
dapat didaftarkan (tidak expired).
tapi tentunya yang dulu belum melakukan pembebanan jaminan fidusia harus tetap
melakukan pembebanan susulan, dengan dasar Kuasa Jaminan Fidusia.
Bagaimana bila perusahaan pembiayaan (leasing) tersebut melanggar
kewajibannya? Menurut Pasal 4 PMK
No. 130/PMK.010/2012 perusahaan pembiayaan (leasing) yang melanggar akan
dikenakan sanksi administratif secara bertahap berupa:
a. peringatan;
b. pembekuan kegiatan usaha; atau
c. pencabutan izin
usaha
Sanksi peringatan diberikan
secara tertulis paling banyak 3 (tiga) kali berturut-turut dengan masa berlaku
masing-masing 60 (enam puluh) hari kalender. Bila ternyata sebelum berakhirnya
jangka waktu sanksi peringatan perusahaan pembiayaan (leasing) telah memenuhi ketentuan maka Menteri Keuangan dapat
mencabut sanksi peringatan.
Sedangkan apabila pada masa
berlaku peringatan ketiga berakhir dan Perusahaan Pembiayaan (leasing) tetap tidak memenuhi ketentuan
maka Menteri Keuangan dapat mengenakan sanksi pembekuan kegiatan usaha. Sanksi
pembekuan kegiatan usaha diberikan secara tertulis kepada perusahaan pembiayaan
(leasing), yang berlaku selama jangka
waktu 30 (tiga puluh) hari kalender sejak surat sanksi pembekuan kegiatan usaha
diterbitkan. Demikian juga dengan sanksi pembekuan usaha, bila sebelum
berakhirnya jangka waktu pembekuan kegiatan usaha perusahaan pembiayaan
telah memenuhi ketentuan maka Menteri Keuangan mencabut sanksi pembekuan
kegiatan usaha dan apabila sampai dengan berakhirnya jangka waktu pembekuan
kegiatan usaha sebagaimana dimaksud perusahaan pembiayaan (leasing) tidak juga memenuhi ketentuan Menteri Keuangan mencabut
izin usaha perusahaan pembiayaan (leasing)
yang bersangkutan.
Fakta di lapangan hal ini
belum pernah terjadi. Belum pernah ada sanksi ringan atau sanksi berat sesuai
aturan yang sudah diberlakukan oleh Kementrian Keuangan maupun Kementrian Hukum
dan HAM diberikan kepada perusahaan pembiayaan (leasing) yang melewati batas tenggang waktu 30 (tigapuluh) hari
tersebut.
Dalam melakukan pendaftaran fidusia online
tersebut, selain notaris harus lebih waspada dan teliti dalam membuat akta
jaminan fidusia juga dalam melakukan pendaftaran fidusia online, notaris
haruslah juga memperhitungkan kecepatan dalam melakukan tanggung jawabnya.
Notaris harus lebih hati-hati karena memiliki tanggung jawab yang besar sebagai
pejabat yang membuat akta otentik, sehingga ketelitian notaris dalam hal ini
sangat dituntut, jangan sampai terjadi hal-hal yang bertentangan dengan
peraturan dan perundang-undangan yang berlaku dan menjunjung tinggi kode etik
profesi.
Dalam penyusunan topik kerangka
pemikiran tesis ini, penulis menggunakan pemikiran Soejono Soekanto dalam
pengumpulan data yaitu :
1. Studi dokumen atau bahan pustaka
2. Wawancara.
Yang mana metode penelitian
tersebut harus menggunakan proses, prinsip-prinsip dan tata cara memecahkan
suatu masalah yang dihadapi dalam melakukan penelitian.
Untuk memperkuat
kerangka pemikiran dalam tesis ini, penulis mempergunakan Teori Kepastian Hukum
oleh John Austin dan Teori Pertanggung Jawaban oleh Hans Kelsen.
Teori
Kepastian Hukum dari John Austin juga menjadi episentrum positivisme hukum yaitu
sifat otonom hukum dan dapat mencukupi dirinya sendiri (self-sufficient)[2]. Ini
mengindikasikan bahwa, Austin melihat hukum sebagai entitas yang independen dan
adekuat sehingga anasir-anasir non hukum harus dipinggirkan agar tidak
mengganggu prosesi internal dalam hukum itu sendiri, serta menjaga wibawa dan
efektifitas hukum dalam menyelesaikan masalah-masalah yang terjadi di
masyarakat.
Bagi John
Austin, hukum merupakan perintah dari kekuasaan yang berdaulat. Kedaulatan
itulah yang menyebabkan hukum memiliki kekuatan mengikat dan memaksa bagi
setiap warga negara untuk mematuhinya dan memberikan sanksi bagi setiap
pelanggaran yang dilakukan. Sejatinya, Austin memandang bahwa hukum harus
dilembagakan dan dikodifikasi agar hukum benar-benar dapat menjadi patron.
Dapat dibayangkan jika hukum tidak diundangkan atau dibuat dalam suatu
peraturan tertulis, maka gesekan atau benturan legal reasoning menyebabkan
hukum berada pada posisi inferior. Inilah yang sesungguhnya ditakutkan oleh
Austin; bahwa hukum kemudian tidak memiliki wibawa untuk mengatur masyarakat.
Hukum
merupakan perintah dari yang mereka yang memegang kekuasaan tertinggi atau dari
yang memegang kedaulatan. John Austin menganggap hukum sebagai suatu sistem
yang logis, tetap dan bersifat tertutup, sehingga analisa-analisa non hukum
dianggap tidak penting. Hukum yang sebenarnya mengandung 4 unsur, yaitu :[3]
- Perintah
- Sanksi (sesuatu yang buruk yang melekat pada perintah)
- Kedaulatan
- Kewajiban
Segala
ketentuan yang tidak mengandung empat unsur tersebut di atas, bukan hukum
melainkan hanya moralitas. Inilah episentrum ajaran Austin, bahwa hukum harus
dipisahkan dari konsep moralitas. Achmad Ali (1996) mengikhtisarkan ajaran John
Austin sebagai berikut:[4]
1. Hukum merupakan perintah penguasa (law
is a commad of the lawgiver), hukum dipandang sebagai perintah dari
pemegang kekuasaan tertinggi
2. Hukum merupakan sistem logika yang bersifat tetap dan tertutup
3. Hukum positif harus memenuhi beberapa unsur perintah, sanksi, kewajiban,
dan kedaulatan, di luar itu bukanlah hukum melainkan moral positif.
Teori Pertanggung Jawaban
oleh Hans Kelsen disebut berpusat kepada Teori Hukum Murni (the Pure of Theory Law), dimana hukum
tidak dibatasi oleh pertimbangan moral. Interpretasi hukum berhubungan dengan
norma yang non empiris. Yang sering terjadi adalah norma tersebut memiliki
struktur yang membatasi interpretasi hukum. Friedmann mengungkapkan dasar-dasar
esensial dari pemikiran Kelsen adalah :[5]
1.
Teori hukum adalah teori ilmu pengetahuan mengenai hukum yang berlaku,
bukan mengenai hukum yang seharusnya.
2.
Hukum adalah ilmu pengetahuan normatif, bukan ilmu hukum alam.
3.
Teori hukum sebagai teori tentang norma-norma, tidak ada hubungannya
dengan daya kerja norma-norma hukum.
4.
Hubungan antara teori hukum dengan sistem yang khas dari hukum positif
ialah hubungan apa yang mungkin dengan hukum yang nyata.
Teori tanggungjawab hukum (liability)
disebut juga teori kewajiban hukum. Seseorang yang bertanggungjawab secara
hukum atas perbuatan tertentu bahwa dia dapat dikenakan suatu sanksi dalam kasus
perbuatannya bertentangan atau berlawanan hukum. Sanksi dikenakan deliquet, karena perbuatannya
sendiri yang membuat orang tersebut bertanggungjawab. Subyek responsibility dan subyek kewajiban hukum adalah
sama.
Suatu akibat yang dianggap
merugikan oleh pembuat undang-undang mungkin ditimbulkan dengan sengaja oleh
seorang individu tetapi tidak dengan maksud merugikan oleh pembuat
undang-undang mungkin ditimbulkan dengan sengaja oleh seorang individu tetapi
tidak dengan maksud merugikan orang lain.
Prinsip pemberian sanksi
terhadap tindakan individu hanya karena akibat perbuatan tersebut telah
direncanakan dan dengan maksud yang jahat oleh individu, tidak sepenuhnya
diterima hukum modern. Menurut hukum, individu tidak hanya dianggap
bertanggungjawab jika akibat secara obyektif membahayakan telah ditimbulkan
dengan maksud jahat oleh tindakannya, tetapi juga jika akibat perbuatan
tersebut telah dimaksudkan walaupun tanpa niat yang salah, atau jika akibat
tersebut terjadi tanpa adanya maksud atau direncanakan oleh individu pelaku.
Namun sanksinya mungkin berbeda dalam kasus yang berbeda-beda.
Sanksi itu ditandai dengan
fakta bahwa tindakan yang merupakan delik dengan kualifikasi psikologis. Suatu
keadaan jiwa tertentu dari si penjahat, yakni bahwa dia mengantisipasi atau
menghendaki akibat yang membahayakan (yang disebut mens re), merupakan unsur
suatu delik. Unsur ini disebut dengan istilah kesalahan (fault) (dalam
pengertian lebih luas disebut dolus atau culpa).
Ketika sanksi diberikan hanya terhadap delik dengan kualifikasi psikologis
inilah disebut dengan pertanggungjawaban berdasarkan kesalahan (responsibility
based on fault atau culpability).
Dalam hukum modern juga dikenal bentuk lain dari kesalahan yang dilakukan tanpa
maksud atau perencanaan, yaitu kealpaan atau kekhilafan (negligance).
Kealpaan atau kekhilafan adalah suatu delik omisi (kelalaian), dan pertanggungjawaban
terhadap kealpaan lebih merupakan pertanggungjawaban absolut daripada culpability.[6]
Tanggung jawab absolut dalam
masyarakat mewajibkan para individu untuk melakukan tindakan yang diperlukan
guna menghindari akibat dari tindakannya yang membahayakan individu lain, dan
hukum pada masyarakat tidak membatasi sanksi pada kasus-kasus dimana akibat
yang membahayakan telah diantisipasi dan dikehendaki oleh si pelaku atau dimana
kewajiban untuk melakukan kehati-hatian yang diperlukan tidak dipenuhi.[7]
kendaraan/[03/07/2014]
[4] Ali, A, Menguak Tabir Hukum: Suatu Tinjauan Filosofis dan Sosiologis.
Jakarta: Chandra Pratama, 1996, hlm 122.
[5]W.Friedmann, Teori & Filsafat
Hukum, Telaah kritis atas teori-teori hukum (susunan 1), Judul Asli : Legal
Theory, Penerjemah: Mohamad Arifin, Cetakan Kedua, Jakarta: PT.Grafindo
Persada, 1993, hlm 170.
[6] Jimly
Asshiddiqie , Ali Safa’at, Teori Hans
Kelsen tentang Hukum, Jakarta, Konstitusi Press, 2006, hlm 63.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar